Belajar Ketekunan dan Kesabaran di Kedokteran
Tamu inspiratif kita di Ruang Alumni kali ini datang dari angkatan VI, yang sekarang lagi menempuh Program Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Alauddin Makassar. Di tengah kesibukan koas, anak pertama dari Bapak Ir. Muh. Patarai dan Ibu Lilis Suharianti ini, masih bisa dicuri waktunya untuk wawancara, meski harus dikejar-kejar tim redaksi ala berburu tanda tangan fans, ha…ha…ha….
Sebagai mahasiswa Kedokteran, bincang kami dengannya, lebih banyak ke kesibukannya sebagai dokter koas tingkat 2, juga sebagai organisatoris kampus saat masih kuliah. Saat kuliah, Kak Afif, begitu dia disapa, sempat mengikuti beberapa organisasi, salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Jurusan Kedokteran (HMJK) dan menjadi Ketua Himpunan pada tahun 2021/2022. “Banyak hal yang bisa dipelajari di organisasi dan nggak bisa didapatkan di ruang kuliah. Bergabung di organisasi bisa menambah banyak relasi yang nantinya dapat membantu kita,” ungkapnya.
Saat ditanya trik membagi waktu, apalagi sebagai mahasiswa kedokteran, Kak Afif dengan percaya diri menyampaikan kalo itu hanya persoalan manajemen prioritas. Amanah organisasi, tugas-tugas kuliah, semua akan selesai tepat waktu jika dikerjakan sesuai prioritas yang sudah dibuatkan list. “Kuliah di FK kalau mentalnya nggak kuat itu bener-bener akan tereliminasi. Kita dituntut dapat bekerja menghadapi puluhan bahkan ratusan orang sehari tapi tetap dengan mood yang baik dan dengan respons yang tepat. Melibatkan perasaan dalam mengobati memang terkadang harus dihindarkan sebagai bentuk profesionalitas. Bahkan, sekadar bersedih atas meninggalnya pasien juga kami nggak boleh berlarut-larut meskipun back story dari pasien terkadang sangat menyayat hati tapi tetap akan dituntut profesional. Makanya kadang ada ungkapan kalo anak Kedokteran itu mati rasa.”
Selain berbagi trik jadi orgaanisatoris kampus, Kak Afif juga membagikan pengalaman serunya jadi dokter koas (co-assistent). Buat kalian yang punya mimpi jadi dokter, yang selama ini sering dengar cerita tentang kesibukan dokter koas, nih Kak Afif blak-blakan keseruannya jadi dokter koas.
1. Sejujurnya Co-Ass itu menyenangkan tergantung lingkungan tempat koas kita berdinas, karena kalau lingkungannya ga menyenangkan, kita pasti ga nyaman juga. Dan, faktanya bahwa kita akan selalu menemukan orang-orang yang dengan mudahnya memfitnah para Co-Ass sehingga kami kena hukuman.
2. Kalau masalah jaga, tergantung sih ke individu masing-masing. Misalnya saya, kalau di bagian jantung atau bagian UGD disuruh sering jaga juga tidak ada masalah karena memang sudah passion-nya di bagian itu. Tapi overall masa Co-Ass itu benar benar menguras waktu, perasaan, dan uang.
3. Banyak lagi yang tidak terungkapkan karena memang campur aduk masa-masa koas itu, bertemu dengan orang yang paham dengan kita itu benar-benar melegakan karena terkadang kami dianggap cuek, aslinya sedang mengeliminasi dan menyortir mana yang dapat dilakukan dengan cepat dan urgen.
Lebih lanjut, Kak Afif yang juga alumni SMP Plus Al-Ashri ini, mengakui jika banyak sekali pengalaman kuliah dan koas yang membuatnya menemukan hikmah kesabaran dan ketekunan. Mulai dari tangisan pribadi, lonjakan emosi yang harus selalu bisa diredam, ketidakadilan senior, hingga back story dari pasien-pasien yang kita hadapi. “Pernah benar-benar merasa terdzolimi oleh seorang dokter, ditekan, ketidakadilan, hingga cacian, tapi tetap dituntut untuk bersabar. Se-illfeel apapun, tetap harus berhadapan dengan beliau. Hingga suatu waktu saya menemukan beliau sedang mengisi poli setelah melakukan beberapa operasi yang cukup lama dan menguras tenaga. Namun, tetap mengisi poli selepas itu. Saya menyaksikan beliau menghadapi beragam pasien, mulai dari yang ketus dan tidak percayaan sampai yang pemarah tapi respons dokter itu tetap menghadapi dengan profesional tanpa ada respons yang personal. Mulai sejak itu, saya merasa didikan beliau memang ada tujuannya. Terlepas dari ketusnya ke para koas dan tidak segan-segan menghujat dan mencaci kalau kami tidak menjawab pertanyaanya, ya ternyata pada dasarnya itu semua ada alasannya.”
Flash back ke masa SMA, Kak Afif ini paling senang dengan pelajaran Biologi. Saat diminta untuk menceritakan masa SMA yang paling berkesan, tanpa berpikir panjang dia menyampaikan jika rasa kekeluargaan siswa dan guru hingga nilai-nilai keislaman, adalah nilai plus Al-Ashri yang nggak ada di sekolah lain. “Mimpi itu gratis jadi jangan pelit-pelit kalau bermimpi,” ungkapnya yang diiringi dengan harapan semoga dia bisa selesai dan jadi dokter Februari 2025 mendatang.***