You are currently viewing Sivinta Angkatan 2

Sivinta Angkatan 2

Ditempa di Al-Ashri, Survive di Luar Negeri

Alumni SMA Plus Al-Ashri Global Mandiri angkatan kedua, yang juga merupakan alumni  dari TK, SD, dan SMP Plus Al-Ashri ini, punya banyak prestasi saat berstatus pelajar. Prestasi paling gemilangnya saat SMA, meraih medali emas pada Kontes Robotik di Malaysia. Tekun, smart, percaya diri,  dan selalu siap dengan tantangan, membuat dia tak pernah mengecewakan ketika dipilih untuk mewakili sekolah dalam berbagai lomba. Karakter itulah yang membuat dia berani menjawab tantangan saat ada peluang untuk kuliah di Jerman, meskipun saat itu dia sudah tercatat sebagai mahasiswa Psikologi, Unhas. Berbekal dukungan kedua orang tua, Bapak Dr. Amiluddin, S.P., M.Si, dan Ibu Ir. A. Aliah Erlina, M.Si., Kak Vinta mengambil  langkah pertama ke Jerman dengan basmalah. Nah, sekadar temu kangen sekaligus menyerap inspirasi, simak wawancara kami dengan kakak alumni yang sekarang menjadi pengusaha.

Assalamualaikum, Kak Vinta. Semoga kabar baik dan semakin sukses.

Waalaikummussalam. Alhamdulillah kabar baik.

Ketika lolos masuk Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin melalui jalur SBMPTN, apa memang sudah ada niat untuk kuliah ke luar negeri?

Saat  SMA bermimpi untuk melanjutkan kuliah di Pulau Jawa karena ingin merasakan hidup sebagai anak rantau dan masuk universitas top Indonesia, tapi belum dapat restu dari orangtua karena kejauhan. Ternyata saat sudah menjalani 1 semester di Psikologi Unhas, baru ketemu jalan untuk kuliah di Jerman dan alhamdulillah malah didukung oleh orangtua, padahal lokasinya lebih jauh. Akhirnya memutuskan untuk berhenti dari Unhas dan mulai dari awal lagi.

Alur untuk kuliah di kampusnya di Jerman gimana? Biar menjadi inspirasi untuk adik-adik di Al-Ashri.

Saat itu, langkah pertama untuk kuliah S1 di Jerman harus mengikuti kursus bahasa Jerman sekitar 6 bulan dan lulus tes bahasa Jerman minimal level B2. Kemudian mempersiapkan dokumen dan persyaratan untuk pengajuan visa. Setelah visa sudah di tangan,   mengikuti Aufnahmeprüfung di Jerman, yaitu ujian untuk masuk Studienkolleg. Studienkolleg itu kelas persiapan atau istilahnya penyetaraan bagi orang asing yang wajib diikuti sebelum masuk perkuliahan S1 di Jerman. Konsepnya mirip seperti sekolah di SMA, tapi dengan mapel yang sesuai dengan jurusan yang diinginkan saat kuliah. Normalnya, Studienkolleg berlangsung selama 2 semester. Di akhir semester, seluruh siswa akan mengikuti Feststellungsprüfung atau ujian kualifikasi masuk perguruan tinggi. Jika lulus, kita bisa apply ke perguruan tinggi yang kita inginkan.

Selama di Jerman, cerita dong proses sosialisasinya saat pertama di sana?

Bersosialisasi di kampus saat masih menjadi maba adalah hal paling berat. Karena di situlah kita pertama kali belajar bersama orang-orang Jerman asli. Masalah terbesar saya alami saat itu adalah language barrier. Di awal perkuliahan saya lebih banyak bergaul dengan mahasiswa asing lainnya yang berasal dari Mesir, Bangladesh, Turki, Vietnam, dll.

Ada  tips survive di Jerman  sebagai minoritas?

Beberapa tips hidup di Jerman sebagai minoritas:

  1. Sering berlatih ngobrol dalam bahasa Jerman dengan orang Jerman asli.
  2. Menghormati perbedaan. Di Jerman kita dipertemukan dengan orang-orang yang berbeda latar belakang, beda kepercayaan, dll. Penting untuk saling menghormati perbedaan tersebut.
  3. Mengatur waktu. Orang Jerman sangat menghargai waktu, maka saat membuat janji dengan orang jerman harus jelas dan jangan sampai datang terlambat. Sebagai mahasiswa rantau, kita juga harus bisa membagi porsi waktu untuk belajar, bekerja, kegiatan organisasi, dan bermain.
  4. Mengatur keuangan. Cari kerja part-time untuk menambah pemasukan, usahakan berhemat dan menabung. Seringlah masak daripada jajan di luar.
  5. Menjalin hubungan baik dengan orang-orang Indonesia, baik melalui organisasi mahasiswa atau keagamaan. Hidup sebagai minoritas di negara barat dengan budaya yang berbeda membuat kita sering merasa homesick, tapi  dengan tetap berkegiatan bersama orang-orang Indonesia di sana membuat kita merasa less disconnected dengan negara dan budaya kita sendiri.

Selama di Al – Ashri (TK, SD, SMP, SMA), kira-kira kegiatan atau aktivitas belajar apa yang paling menguatkan/memotivasi  Kak Sivinta untuk kuliah  ataupun bertahan di luar negeri.

Selama  di Al-Ashri, saya sering diikutkan berbagai jenis lomba, baik dari tingkat kota hingga tingkat internasional. Hal itu tentu mengasah kemampuan saya, bukan hanya dari segi keterampilan, melainkan juga melatih mental untuk bersaing dengan siswa-siswa lainnya. Karena memiliki banyak pengalaman lomba dan mengumpulkan berbagai sertifikat, saya menjadi lebih percaya diri dan termotivasi untuk bersaing dengan mahasiswa-mahasiswa internasional agar bisa kuliah di Jerman. Ditambah dengan membawa bekal ilmu agama yang saya dapatkan selama sekolah di Al-Ashri, itu menjadi fondasi hidup sebagai muslim minoritas di negara barat.

Selama di Jerman, hal apa yang sangat berkesan di sana dan Kak Vinta ingin sekali bisa diterapkan di Indonesia, khususnya di SIT Al-Ashri? Baik  itu budaya, adab, ataupun sistem pendidikan.

Budaya kedisiplinan dan ketepatan waktu di Jerman akan sangat baik jika diterapkan di Indonesia. Dalam dunia akademik, Jerman memiliki budaya yang cukup unik, yaitu setiap kali guru/dosen selesai mengajar di kelas, murid/mahasiswa akan memberikan apresiasi. Bukan dalam bertepuk tangan, melainkan dengan mengetuk meja. Mereka menyebutnya sebagai “ketukan akademik“. Semakin berisik, berarti semakin bagus dosen tersebut dalam mengajar. Selain itu, dosen di Jerman sangat sadar akan kewajiban dan tanggung jawab mereka untuk membimbing dan melayani mahasiswanya. Mereka tidak pernah ingin diperlakukan seperti “dewa”. Mereka selalu menyediakan waktu dan membantu masalah-masalah akademik mahasiswa.

Bagi dong metode belajarnya saat masih bersekolah di Al-Ashri, sehingga bisa full prestasi dari TK hingga SMA, bahkan bisa melanjutkan kuliah di luar negeri.

Menurut saya yang membantu saya berprestasi di sekolah bukan karena metode belajar tertentu yang saya gunakan, tapi karena metode mengajar guru-guru di Al-Ashri yang sangat bagus. Para guru bukan hanya sekadar menjelaskan, namun juga melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran dengan pendekatan yang interaktif. Mereka paham kebutuhan siswa yang berbeda-beda dan memanfaatkan berbagai jenis sumber daya dalam mengajar, termasuk buku teks, demonstrasi langsung, games, teknologi, dll.

Ceritakan satu pengalaman yang paling berkesan selama sekolah di Al-Ashri!

Saya rasa kegiatan Outbound yang dilaksanakan setiap tahun merupakan hal yang paling berkesan dan selalu ditunggu-tunggu oleh setiap siswa di Al-Ashri. Kami bisa belajar dengan suasana berbeda dan selalu dikemas dengan kegiatan yang seru. Mulai dari memasang tenda, masak, flying fox, games, jurit malam, hingga sholat malam berjamaah.

Terima kasih, Kak Vinta. Semoga semakin sukses, dunia-akhirat.

Aamiin…

Leave a Reply